Jalan-jalan Jalur Pantura (Jalur Pantai Utara) adalah istilah
yang digunakan untuk menyebut jalan nasional sepanjang 1.316 km
antara Merak hingga Ketapang, Banyuwangi di
sepanjang pesisir utara Pulau Jawa,
khususnya antara Jakarta danSurabaya. Jalur ini sebagian besar pertama kali dibuat oleh Daendels yang
membangun Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) dari
Anyer ke Panarukan pada tahun 1808-an. Tujuan pembangunan Jalan Raya Pos adalah
untuk mempertahankan pulau Jawa dari serbuan Inggris.
Pada era perang Napoleon, Belanda ditaklukkan oleh Perancis dan dalam keadaan
perang dengan Inggris. Pada masa pembuatan jalur ini telah menelan ribuan
warga pribumi dengan istilah kerja paksa/ Rodi.
Berdasarkan buku-buku sejarah, Gubernur Jenderal Daendels
dikenal sebagai seorang diktator yang sangat kejam, tidak berperikemanusiaan,
dan selalu menindas rakyat demi keuntungan pemerintah Kolonial Belanda dan
pribadinya.
Daendels menerima dua
tugas yang diberikan oleh Louis Napoleon, yang menjadi raja di negeri Belanda
pada saat itu. Kedua tugas itu adalah: mempertahankan Pulau Jawa agar tidak
jatuh ke tangan Inggris dan memperbaiki sistem administrasi negara di Jawa.
Dan untuk melakukan tugas itu, dirinya berusaha membangun Jalan antara Anyer sampai dengan Panarukan. Menurut beberapa sumber sejarah, Jalur jalan ini melalui garis pantai dari Batavia menuju Carita, Caringin, menembus Gunung Pulosari, Jiput, Menes, Pandeglang, Lebak hingga Jasinga (Bogor).
Pembangunan jalan
Daendels dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur) sejauh 1000 km pada
tahun 1809 – 1810 yang bertujuan untuk mempercepat tibanya surat-surat yang
dikirim antar Anyer hingga Panarukan atau sebagai jalan pos, namun jalan-jalan
itu dalam perkembangan selanjutnya banyak dipengaruhi kehidupan masyarakat
disekitarnya dan telah berubah fungsinya antara lain mejadi jalan ekonomi atau
jalan umum dan kini sudah banyak bangunan disekitarnya.
Rute jalan Daendels di
Kabupaten Serang sampai saat ini sebetulnya masih dihantui oleh kesimpangsiuran
informasi. Karena yang beredar di masyarakat ada dua pendapat ada yang
berpendapat bahwa jalan Daendels melewati Kabupaten Lebak, namun ada juga yang
menyatakan hanya melewati Kabupaten Serang saja. Memang, menelusuri jalan
Daedels dari titik km nol di Anyer hingga 1000 km di Panarukan, orang sering
bingung untuk menentukan rute yang benar apakah melalui Serang ataukah melalui
Lebak, beberapa masyarakat yang dihubungi, hanya mengenal jalan Daendels dari Anyer
sampai Serang.
Tidak itu saja di
Banten juga banyak jalan-jalan yang bercabang dan masyarakat setempat
menamakannya jalan Daendels.
Kesimpangsiuran
informasi itu menurut Halwany Michrob, wajar-wajar saja sebab pembuatan jalan
Deandels saat itu melakukannya dalam dua tahapan, tahap pertama merupakan
pembuatan jalan untuk membuka poros Batavia – Banten pada tahun 1808, pada masa
itu Daendels memfokuskan kegiatannya pada pembangunan dua pelabuhan di utara
(Merak) dan di selatan (Ujung Kulon). Jalur ini melalui garis pantai dari
Batavia menuju Carita, Caringin, menembus Gunung Pulosari, Jiput, Menes,
Pandeglang, Lebak hingga Jasinga (Bogor). Tahap kedua dimulai tahun 1809, Dari
Anyer melalui Pandeglang jalan bercabang dua menuju Serang (utara) dan Lebak (selatan).
Dari Serang, rute
selanjutnya Ke Tangerang, Jakarta, Bogor, Puncak, Cianjur, Bandung, Sumedang,
Cirebon hingga Panarukan, sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Jalan inilah jalan
yang di sebut jalan utama atau jalan protokol, tetapi itu tidak berarti bahwa
tidak ada cabang-cabang jalan lainnya yang dilewati oleh Daendels.
Di daerah tertentu,
banyak rute khusus yang sengaja di bangun oleh Daendels pada masa itu terutama
daerah pusat Kabupaten karena untuk mempermudah transportasi pengangkutan
rempah-rempah keluar daerah tersebut. Banten merupakan tempat yang paling
banyak memiliki cabang-cabang Jalan Deandels sebab Banten cukup banyak
menghasilkan rempah-rempah.
Anyer dijadikan titik
km nol karena kota ini sudah di pola Daendels untuk mempermudahkan pengangkutan
hasil bumi dari Banten menuju dua pelabuhan yaitu pelabuhan Merak dan Pelabuhan
Ujung Kulon. Banten sendiri sudah dilokalisasi dalam segi hasil bumi oleh
Daendels karena Banten Subur dan Kaya akan hasil buminya terutama
rempah-rempah.
Hingga saat ini,
sebagian besar jalan Daendels masih terpakai bahkan yang lama sengaja
diperbaharui supaya dapat digunakan. Jalan Daendels yang tidak dapat digunakan
lagi adalah daerah Pontang dan Bayah, karena hancur dan tidak diperbaiki
kembali. Sementara itu Daendels sempat memerintahkan pembuatan jalan di selatan
Pulau Jawa, rutenya di mulai dari sebelah barat Jawa yakni; Bayah menuju
Pelabuhan Ratu, terus ke selatan ke daerah Sukabumi, Cimanuk dan seterusnya
hingga ke Pangandaran, Purwokerto dan Yogyakarta.
Jalan Daendels yang
lebih di kenal oleh masyarkat adalah jalan bagian utara Jawa, ini disebabkan
karena jalan di utara melalui rute yang berhadapan langsung dengan rute
Batavia, sedangkan jalan bagian selatan Jawa selain kondisi jalannya rusak
banyak juga yang terputus seperti jalan Bayah sampai Citorek.
Ada beberapa versi
mengenai sejarah pembuatan jalan ini, ada yang mengatakan bahwa Daendels
membuat jalan Anyer – Panarukan ini karena ingin mempertahankan Pulau Jawa dari
serangan Inggris, sehingga Pulau Jawa perlu dibangun jalan guna menghubungkan
suatu daerah ke daerah lain agar dapat mempercepat kabar berita dan alur
transportasi. Secara kronologis, pada tahun 1808 datanglah Herman
Willem Daendels dari Belanda ke Banten, waktu ia datang ke Indonesia
negaranya tengah di jajah oleh Perancis. Sebagai murid yang disayangi Napoleon,
akhirnya Daendels dikirim ke Indonesia untuk menggantikan Gubernur Jendral dari
Belanda yang ada di Indonesia oleh Napoleon Bonaparte (Dr. H.J. de Graaf;
363-370, 1949).
Dengan segala upaya
akhirnya Daendels mendapatkan bantuan dari rakyat Banten berupa rempah-rempah
untuk dikirim ke Perancis dan Belanda sebagai upeti, jadi tidak
mengherankan jika ia membuat kerja rodi dan tanam paksa (verplichte diensten)
karena jika tidak, ia tidak bisa memberikan upeti pada kedua negara itu.
Pada tahun
1808-1809 Daendles mulai pembuatan jalan dengan rute Batavia-Banten tahap
pertama, pada saat itu rakyat masih mau menghimpun kekuatan untuk
melaksanakan perintah paksa Daendles, namun setelah terjangitnya penyakit
malaria dan banyak yang tewas, maka rakyat menghentikan bantuannya.
Karena banyaknya
korban pada pembuatan jalan Batavia-Banten masih simpang siur, menurut beberapa
sejarahwan Indonesia, yang meninggal sekitar 15.000 orang dan banyak yang
meninggal tampa dikuburkan secara layak. Walaupun demikian Daendels semakin
keras menghadapi rakyat, ia tidak segan-segan memerintahkan tentaranya menembak
mati rakyat yang lalai atau tidak mau bekerja dalam pembuatan jalan apapun
alasannya.
Sementara itu ada yangberanggapan jalan Daendels dibuat untuk jalur pos atau Jalan Pos Raya (GrotePostweq), namun Halwany beranggapan bahwa jalan Daendels sebagai siasat untukmemperlancar jalur ekonomi, politik dan pemerintahan.
Kini Jalur Pantura terdistribusi melintasi 5 provinsi: Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur.
Ujung paling barat terdapat Pelabuhan Merak,
yang menghubungkannya dengan Pelabuhan Bakauheni di Pulau Sumatra,
ujung paling selatan dari Jalan Trans Sumatera.
Ujung paling timur terdapat Pelabuhan Ketapang yang menghubungkannya
dengan Pelabuhan Gilimanuk di
Pulau Bali.
Jalur Pantura merupakan jalan yang menghubungkan bagian barat Pulau Jawa dan
bagian timurnya.
Jalur Pantura melintasi sejumlah kota-kota besar
dan sedang di Jawa, selain Jakarta, antara lain Cilegon, Tangerang,Bekasi, Karawang, Cikampek, Subang, Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal,Semarang, Demak, Kudus, Pati, Rembang, Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo,
dan Banyuwangi.
Selain jalan arteri, terdapat jalan tol yang melewati Pantura, yaitu:
·
Jalan Tol Tangerang-Merak
·
Jalan Tol Jakarta-Tangerang
·
Jalan Tol JORR W1
·
Jalan Tol Prof. Dr. Sedyatmo
·
Jalan Tol Pelabuhan
·
Jalan Tol Cawang-Pluit Jakarta, melewati Tomang, Slipi, & Semanggi
·
Jalan Tol Ir.Wiyoto Wiyono, melewati Kelapa Gading & Cempaka Putih
·
Jalan Tol Jakarta-Cikampek
·
Jalan Tol Palimanan-Kanci
·
Jalan Tol Kanci-Pejagan
·
Jalan Tol Dalam Kota Semarang
·
Jalan Tol Surabaya-Gresik
·
Jalan Tol Surabaya-Gempol, berakhir di Porong karena
peristiwa Banjir lumpur panas Sidoarjo, 27 Mei 2006
Jalur ini memiliki signifikansi yang sangat
tinggi dan menjadi urat nadi utama transportasi darat, karena setiap hari
dilalui 20.000-70.000 kendaraan. Jalur Pantura menjadi perhatian utama saat
menjelang Lebaran,
di mana arus mudik melimpah dari barat ke timur. Arus paling padat tedapat di
ruas Jakarta-Cikampek-Cirebon-Tegal-Semarang. Di Cikampek, terdapat percabangan
menuju ke Bandung (dan kota-kota di Jawa Barat bagian selatan). Di Tegal,
terdapat percabangan menuju ke Purwokerto (dan kota-kota di Jawa Tengah bagian
selatan). Di Semarang, terdapat percabangan menuju ke timur
(Surabaya-Banyuwangi) dan menuju ke selatan (Solo-Madiun).
Mengingat panjangnya jalur ini, pantura seringkali memiliki kerusakan di beberapa titik, sehingga memunculkan istilah Proyek abadi. Melewati pantura memang sangat cepat sekaligus jalur yang berbahaya. Banyak sekali kendaraan yang lalu lalang melintasi jalur ini. Semoga, pembangunan jalur lintas selatan bisa segera terealisasi, sehingga mampu memecah kerumitan jalur pantura.